Oleh : Iwan Dewanto
Direktur RSGM Universitas Muhamaddiyah Yogyakarta
Dentamedia No. 2 Vol. 12 : April - Juni 2013
Istilah
Dokter Gigi Pelayanan Primer akhir-akhir ini santer dibicarakan terkait dengan
rencana pemerintah untuk mulai menjalankan Sistem Jaminal Sosial Nasional
(SJSN) mulai 1 Januari 2014, di kalangan praktisi dokter gigi istilah ini kerap
dikaitkan dengan besaran kapitasi yang akan diterima bila SJSN telah berjalan Saat
ini, pola pelayanan kesehatan yang terjadi sebenarnya berkonsep “paradigma sakit”. Bayangkan
apabila seorang dokter gigi membuka praktek mandiri dan ternyata belum ada
pasien yang datang, dalam benaknya, pastilah mengharapkan adanya kunjungan
pasien. Namun bagaimana jika ternyata
selama beberapa hari tempat prakteknya selalu sepi dari kunjungan pasien?
Apakah dokter gigi akan mendoakan agar ada orang yang sakit gigi dan datang
berobat ke tempatnya? Inilah yang disebut ‘paradigma sakit’.
Konsep
pembiayaan di Indonesia dengan pola fee for service atau out of
pocket memang membuat paradigma
sakit berjalan mengakar dan telah lama terjadi, sehingga tanpa disadari dokter
gigi sudah terbiasa dengan kenyamanan-nya. Akibatnya, dokter gigi seakan
berlomba untuk menaikkan jumlah kunjungan pasien atau menaikkan tarif
pelayanan, padahal jumlah kunjungan pasien yang banyak mengakibatkan dokter
gigi menjadi lebih rentan terhadap penularan penyakit dan kenaikan tarif akan
mengakibatkan masyarakat yang tidak mampu tidak akan menjangkau pelayanan
bermutu.
Dokter Gigi Keluarga
Akibat pola pembiayaan fee
for service yang telah lama berjalan maka saat mulai muncul konsep dokter
keluarga dan dokter gigi keluarga, sebagaimana dilaksana-kan oleh PT Askes,
yang berjalan hanya sistem pembiayaan yang menggunakan kapitasinya saja. Hal
ini berarti hanya melaksanakan konsep manage care (pembiayaan kesehatan)
belum melaksanakan konsep dokter gigi keluarga dengan benar.
Pengertian dokter gigi keluarga
belum juga seutuhnya dipahami dengan benar, sebagian besar mengartikannya dalam
konteks bahwa pelayanan yang dilakukan dokter gigi keluarga adalah comprehensive,
paripurna, berkesinambungan; memandang individu dalam satu kesatuan keluarga
yang utuh tidak terpisahkan pada saat melakukan pelayanan kesehatan. Pola
pendekatannyapun berdasarkan pendekatan sosial, ekonomi, hukum dan lain
sebagainya. Namun seharusnya konsep pelayanan dokter gigi keluarga harus
dijalankan seiring dengan upaya pembiayaan (manage care), yang sesuai
dan tidak bisa dijalankan satu persatu saja. Konsep dokter gigi keluarga yang
seutuhnya adalah menggabungkan upaya pelayanan (pelayanan prima) dengan sistem
pembiayaan yang bersifat prospektif (kapitasi), sehingga terwujud kendali mutu
dan kendali biaya.
Pembiayaan
Kesehatan
Terdapat dua jenis pola dalam
sistem pembiayaan kesehatan, yaitu retrospectif payment system dan prospectif
payment system, yang keduanya mempunyai keunggulan dan kelemahan
sendiri-sendiri. Retrospective adalah sistem yang banyak dilakukan saat
ini, yaitu dengan cara fee for service/out of pocket, pasien membayar setelah mendapatkan pelayanan
kesehatan. Sistem asuransi yang menggunakan klaim juga termasuk di dalam sistem
retrospective ini. Sedangkan Prospective
payment system (Pra upaya) adalah suatu sistem pembayaran kepada pemberi
pelayanan kesehatan/provider/dokter gigi dalam jumlah yang ditetapkan sebelum
suatu pelayanan medik dilaksanakan, tanpa memperhatikan tindakan medik atau
lamanya perawatan.
Salah satu sistem yang digunakan
dalam pola prospective payment system adalah kapitasi dan DRG (diagnosa
related group). Kapitasi adalah cara pembayaran untuk pelayanan
kesehatan dimana dr/drg/RS dibayar dengan jumlah tetap untuk setiap
peserta/pasien, tanpa mempertimbangkan jumlah pasien atau jenis pelayanan yang
diberikan untuk setiap pasien. Sistem telah digunakan dalam pelaksanaan dokter
keluarga dan dokter gigi keluarga Askes, dan sistem ini yang akan dijalankan
juga oleh BPJS pada tahun 2014 untuk skema pada pelayanan primer.
Kapitasi
Dokter Lebih Besar
Perbedaan cara menghitung atau kemungkinan belum paham
cara menghitung kapitasi mengakibat-kan persepsi yang yang tidak tepat. Sebagai
contoh, masih banyak dokter gigi yang merasa tidak adil dengan perhitungan
kapitasi yang terjadi dalam pola dokter keluarga Askes. Dokter gigi beranggapan
bahwa dokter umum yang tidak menggunakan alat dan bahan yang mahal namun
mendapatkan jatah yang lebih banyak. Dalam pola dokter keluarga Askes, dokter
gigi rata-rata mendapatkan Rp. 800 per orang tertanggung tiap bulan, sedangkan
dokter umum mendapatkan Rp. 5000 per orang tertanggung tiapbulan. Perhitungan
inilah yang membuat persepsi diatas menjadi kenyataan, dan perlu pengkajian
perhitungan yang lebih detail dan hati-hati.
Proses perhitungan kapitasi yang
dilakukan dalam pola manage care sangat ditentukan oleh utilisasi.
Utilisasi adalah prosentase tingkat pemanfaatan suatu layanan kesehatan
berdasarkan terapi yang diberikan.
Dokter umum dalam pola yang dilakukan Askes di posisikan sebagai gatekeeper
atau dokter kontak pertama (pelayanan primer). Disisi lain pola untuk
masyarakat di Indonesia masih datang berkunjung apabila terdapat keluhan
(teringat dokter atau dokter gigi bila sakit). Masyarakat Indonesia masih
rendah akan kesadaran kesehatan giginya, mereka lebih cenderung ke arah illness
atau akan berkunjung ke dokter gigi bila merasakan sakit giginya. Kunjungan
masyarakat ke dokter umum secara prosentase lebih banyak, daripada kunjungan ke
dokter gigi, utilisasi dokter gigi dari data Askes kurang dari 1% sedangkan
utilisasi dokter umum sekitar 10% ini yang menjadikan perhitungan kapitasi
dokter umum menjadi lebih besar dari pada dokter gigi. Hal ini semakin
diperparah lagi, bahwa pola yang
dilakukan Askes mendudukan dokter gigi bukan pada pelayanan primer (gate
keeper), namun merupakan tempat rujukan dari beberapa (sekitar 3) dokter
keluarga Askes.
Cara
Perhitungan Kapitasi
Perlu
dipahami perbedaan antara kapitasi dengan premi, sehingga perlu diuraikan
disini tentang premi. Setelah mendapatkan angka kapitasi, maka kita dapat
menghitung premi yang akan ditetapkan untuk peserta. Sebenarnya perhitungan
premi ini hanya dibutuhkan oleh Bapel (badan pelaksana) dalam konsep jaminan
kesehatan. Namun cara perhitungannya perlu diuraikan disini agar provider/dokter
gigi mengerti pola pembagiannya.
Komponen
untuk menghitung premi adalah kapitasi, margin, administrasi dan profit. Margin
adalah biaya cadangan apabila terjadi force majeur atau kejadian yang
diluar kekuasaan kita seperti bencana alam. Besarnya margin adalah 20% dari
nilai kapitasi. Biasanya, apabila tidak terjadi kejadian force majeur dalam
kurun waktu 1 tahun selama kontrak perjanjian berjalan, maka uang yang ada
dalam perhitungan margin ini akan dikembalikan ke provider.
Besaran
administrasi biasanya sekitar 5%-10%, karena biaya ini dibutuhkan untuk
mendukung jalannya jaminan kesehatan, seperti kartu berobat bagi peserta, gaji
staff bapel untuk merekapitulasi laporan pelayanan dan membuat surat
perjanjian.
Profit
adalah perhitungan keuntungan untuk badan pelaksana. Namun karena sistem
jaqminan kesehatan yang bersifat nasional tersebut dilaksanakan oleh BPJS
(badan pelaksana jaminan kesehatan, dulu bernama Askes), maka badan ini
nirlaba, tidak boleh mengambil keuntungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar