Oleh : Kosterman Usri
Kepala Departemen Material FKG Universitas Padjadjaran
Dentamedia No.1 Vol. 22 : Januari-Maret 2018
Film
pendek di Youtube itu berdurasi 3 menit 6 detik, judulnya cukup membuat
penasaran "The Tjipetir Mystery". Film dibuat secara profesional oleh
Ramlo Production di Paris pada tahun 2013. Alkisah, selama100 tahun terakhir
orang-orang di pantai Inggris dan Eropa Utara kerap menemukan blok seukuran
laptop terdampar dipantai. Blok berwarna putih kusam, ketika disentuh kenyal
seperti karet namun juga keras seperti kayu, dan yang paling mencolok, pada
blok tersebut diterakan cap merek "Tjipetir".
Adalah
Tracer Williams yang pertama kali mengunggah foto temuan blok Tjipetir ke
Facebook. Ia menemukan blok tersebut ketika sedang berjalan-jalan bersama
anjingnya di Newquay pantai utara Inggris di tahun 2012. Ternyata unggahan
Williams mendapat tanggapan mengejutkan banyak sekali orang yang menemukan
benda sejenis di berbagai pantai Eropa. Selain di pantai Inggris, ada yang
menemukannya di Perancis, Spanyol, Belanda, Jerman, Norwegia, Swedia, dan
Denmark.
Perihal
"Tjipetir Mysteri" ini mendapat liputan luas di media massa luar
negeri seperti BBC, Daily Mail, dan Washington Post, Jawaban akhirnya didapat
dari Tropen Museum Amsterdam, yang menyimpan banyak koleksi masa kolonial di
Indonesia. Blok putih kusam ini ternyata adalah Getah Percha, Tropen Museum memiliki
album foto dari Pabrik Getah Percha Tjipetir bahkan memiliki rekaman filmnya.
Di film tersebut tampak jelas ada dua macam bentuk produk Getah Percha Tjipetir
yaitu blok berbentuk lingkaran tanpa
merek serta blok persegi panjang dengan
cap merek Tjipetir; seperti banyak
ditemukan terdampar di pantai Eropa.
Blok
getah percha Tjipetir yang ditemukan di pantai Eropa diduga merupakan muatan
kapal Jepang Miyazaki Maru yang tenggelam di torpedo kapal Jerman pada tahun
1917 di perairan antara Inggris dan Perancis. Namun ada pula yang menyatakan, blok ini adalah muatan kapal
Tictanic yang lendaris itu.
Pabrik
Getah Percha Cipetir terletak di Desa Cipetir Kecamatan Cikidang Kabupaten
Sukabumi, saat ini di bawah penguasaan PT Perkebunan Nusantara VIII. Pabrik ini
didukung oleh perkebunan Palaquim gutta Baill --nama latin untuk pohon
penghasil getah percha-- yang telah mulai dibudidayakan di area ini sejak tahun
1885.
Pabrik
Getah Percha Cipetir baru beroperasi tahun 1921, setelah perkebunannya dapat mulai
dipanen. Getah percha tidak didapat dengan cara disadap seperti karet,
melainkan dengan menggiling daunnya,
diaduk, direbus, masuk mesin pemusing, dipisahkan kandungan damarnya,
dilarutkan, diputihkan, disaring, dimasak, dicetak, dan kemudian dikemas.
Saat
ini Pabrik Getah Perca Cipetir hanye berproduksi bila ada pesanan yang hampir
semuanya dari luar negeri. Di laman Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat,
disebutkan getah perca digunakan untuk isolasi kabel, pelapis bola golf,
pembalut tulang, furniture, serta untuk bahan kedokteran gigi.
Menurut
keterangan di laman PTPN VIII, perkebunan dan pabrik Cipetir adalah
satu-satunya sarana produksi Getah Perca di dunia. Dengan demikian boleh jadi gutta
percha point yang digunakan pada perawatan gigi, bahan bakunya juga berasal
dari Cipetir.
Bila
itu benar terjadi, maka menjadi sebuah ironi karena saat ini 100% gutta
percha point yang digunakan oleh dokter gigi adalah produk impor. Produk
tersebut telah dibentu seperti jarum
dengan aneka variasi ukuran; harganya tentu saja bukan sesuatu yang murah
sebagai barang impor dari luar negeri. Sementara itu produk getah perca
Indonesia diekspor ke luar negeri dalam bentuk bulk lingkaran tanpa merek sama sekali, tentu saja
dengan harga sekedarnya untuk sebuah bahan baku.
Produksi
dan penjualan barang jadi sudah tentu akan memberi nilai tambah dari pada hanya
menjual bahan baku, begitu pula dengan getah perca. Tentu perlu kerjasama para
pemangku kepentingan untuk bisa memproduksi barang jadi. Para peneliti yang
membuat formulanya, pengusaha yang membuat pabriknya, pedagang yang
memasarkannya, serta dokter gigi yang
memakainya. Peran serta pemerintah sebagai motor penggerak sangat
penting dalam mengkoordinasikan kerjasama ini, serta perlu juga memberikan
berbagai insentif agar hasil produksi
kompetitif, baik dari segi kualitas maupun harga jual. Masalahnya sampai
sekarang belum tampak perhatian pemerintah pada pengembangan produk kedokteran
gigi produksi dalam negeri, maka bila terus demikian, barang impor akan tetap
menjadi raja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar