Masih Adakah Masa Depan Bagi Praktek Mandiri Dokter Gigi

Oleh : Kosterman Usri
Dokter gigi bekerja di Bandung

Dentamedia No.2 Vol. 23 : April-Juni 2019

Setiap dokter gigi alumni fakultas kedokteran gigi telah cukup dibekali dengan aneka macam pengetahuan dan keterampilan yang memungkinkannya untuk praktek mandiri tanpa tergantung pada orang lain. Tetapi kenyataan saat ini menunjukan bahwa praktek yang maju dan berkembang adalah klinik gigi milik pemodal besar, lalu masih adakah masa depan bagi praktek mandiri?

 

Proses pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi bukanlah suatu perjalanan lancar tanpa hambatan, sebagian mahasis-wa bahkan mengatakannya sebagai perjuangan yang penuh tetesan keringat dan air mata. Tentu kita masih ingat ketika awal masuk oleh Panitia Opspek sudah disuruh mencari sekian buah gigi manusia asli dalam waktu 24 jam, melewati malam-malam panjang untuk menghapal sekian banyak materi ilmu-ilmu dasar, berpeluh keringat ketika harus berlomba dengan waktu menyelesaikan peker-jaan praktikum, serta tak sedikit yang menangis tersedu-sedu ketika coran logamnya yang sudah dipoles mengkilap hingga bisa dipakai bercermin hilang lenyap di lantai Ruang Praktikum.    

 

Masuk Ko-Ass setelah lulus SKG ternyata seakan menjadi etape kedua dari sebuah reli dengan rintangan dan hambatan baru yang makin sulit dari saat preklinik. Mengejar target pengerjaan pasien menjadi agenda kita sehari-hari, entah sudah berapa banyak waktu yang dipersembahkan untuk men-jalani proses ini, dan entah sudah berapa rupiah uang yang dikeluarkan untuk membeli bahan dan peralatan serta untuk membayarkan dan mentraktir pasien; oleh karena itu Hari Wisuda dan Pengambilan Sumpah diraya-kan seakan sebuah hari pembebasan. Namun ternya-ta setelah lulus muncul masalah baru yaitu; kemana setelah lulus?

 

Pada masa lalu seorang dokter gigi baru, sudah pasti harus menjalani masa Wajib Kerja Sarjana selama sekian tahun untuk kemudian secara otomatis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil di suatu Puskesmas, ada pula beberapa yang memilih karir menjadi dosen, dokter tentara, atau dokter di perusahaan-diperusahaan swasta. Namun kini situasinya lain, seorang dokter gigi muda harus berjuang untuk mendapatkan pekerjaan seperti halnya sarjana-sarjana lulusan fakultas lain, sambil menunggu sebagian besar menjadi dokter gigi tembak yang mengantikan dokter gigi senior bila berhalangan hadir atau bagi yang lebih beruntung diberi sekian hari dalam seminggu secara tetap mengantikan seorang dokter gigi senior yang mau berbaik hati.

 

Sebenarnya ada satu bentuk pekerjaan yang tidak perlu dicari melainkan harus diciptakan oleh seorang dokter gigi yaitu “Praktek Mandiri”. Setiap dokter gigi alumni Fakultas Kedokteran Gigi telah cukup dibekali dengan aneka macam pengetahuan dan keterampi-lan yang memungkinkannya untuk praktek mandiri, tetapi sebagian besar merasa ragu-ragu dan tidak percaya diri untuk memulainya. Keraguan ini terutama setelah melihat bahwa bentuk praktek yang saat ini sedang digandrungi dan terlihat maju serta berkembang bukanlah prak-tek mandiri tetapi model praktek klinik gigi.

 

Klinik gigi saat ini memang sedang menjamur, bukan hanya di kota besar tapi sampai ke kota kecil. Apalagi setelah model "praktek bersama" tidak boleh lagi dilakukan karena dasar aturannya dicabut oleh Kementerian Kesehatan. Umumnya klinik gigi terlihat atraktif dengan desain kekinian serta plang praktek yang tidak hanya sekedar papan putih bertuliskan hitam. Memiliki lebih dari satu dental unit, klinik gigi umumnya buka sepanjang hari, mulai pagi sampai malam hari dengan banyak dokter gigi yang bekerja dengan sistem shif.

 

Klinik gigi juga biasanya dikelola profesional dengan memiliki tenaga manajemen yang bukan sekedar mengu-rus administrasi tetapi juga promosi. Memang kini hampir di semua media sosial aneka ragam promosi klinik gigi dengan mudah dapat kita temui. Semua itu dapat dilakukan karena umumnya klinik gigi bermodal besar, baik itu hasil saweran beberapa orang dokter gigi, dana dari investor, atau kini tak sedikit pula klinik gigi yang dimiliki korporasi berkapital kuat dimana dokter giginya hanya menjadi pekerja.

 

Lalu bagaimana dengan kondisi praktek dokter gigi mandiri saat ini? Masih menjadi mayoritas pilihan praktek dokter gigi tetapi terlihat jalan ditempat, tidak terlihat atraktif seperti halnya klinik gigi. Penyebabnya karena klinik gigi dan praktik mandiri tidak mendapat perlakuan sama baik dari pemerintah maupun organisai profesi. 

 

Tekanan terhadap praktek mandiri gigi datang dari regulator baik yang bersifat nasional maupun lokal. Di mayoritas Kabupaten/ Kota tempat praktik mandiri tidak boleh digunakan oleh lebih dari satu dokter gigi walaupun waktu praktiknya berbeda. Sementara Persyaratan kecocokan peruntukan lahan, pembuangan limbah,  tempat parkir, sampai akreditasi nyaris sama dengan syarat klinik gigi.

Demikian pula dengan perlakuan organisasi profesi, bila klinik gigi gencar promosi maka praktik mandiri jangan coba-coba meniru bila tak ingin dipanggil PDGI. Sementara bila dokter gigi di klinik gigi dipanggil PDGI, umumnya akan mengatakan bahwa yang promosi bukan mereka tetapi manajemen klinik. Hal serupa terjadi untuk urusan plang praktik, untuk klinik gigi sudah lazim tampil seperti halnya mini market tetapi untuk praktik mandiri hanya boleh plang putih bertuliskan hitam, lebih dari ini silahkan bersiap dipanggil PDGI.

 

Masih adakah masa depan bagi praktek mandiri dokter gigi? Kemungkinan akan makin menyurut. Penyebabnya karena diperlakukan tidak setara dengan klinik gigi, sehingga praktik mandiri terpaksa jalan ditempat.

Tidak ada komentar:

 
Hak cipta copyright © 1997-2024 Dentamedia, isi dapat dikutip dengan menyebutkan sumbernya
© free template by Blogspot tutorial